Saat ini dunia menghadapi tantangan yang berat, bumi menghadapi triple planet challenges yakni perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi. Di Indonesia, perubahan iklim ditandai dengan kenaikan suhu yang meningkat cepat, tren laju kenaikan muka air laut, tren penurunan curah hujan yang signifikan dan peningkatan peluang curah hujan ekstrim harian dalam kurun waktu 1998- 2008. Anak-anak Indonesia yang lahir dalam satu tahun terakhir akan mengalami dan menghadapi suhu yang 7,7 kali lebih panas dibandingkan dengan yang dialami kakek-neneknya. Tak hanya itu, anak-anak juga akan menghadapi ancaman banjir maupun bencana lain 3,3 kali lebih besar akibat meluapnya sungai dan kekeringan 1,9 kali lebih besar sebagai bagian dampak perubahan iklim. Anak-anak Indonesia membutuhkan perlindungan dari risiko paparan dampak krisis iklim yang semakin parah. Anak-anak membutuhkan informasi yang tepat dan metode yang tepat agar dapat memahami perubahan iklim dan dampaknya bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka, komunitas dan lingkungan.
Akan tetapi kebutuhan tersebut tidak serta merta dapat terpenuhi. Alasan pertama adalah tidak semua anak memiliki akses yang mudah terhadap informasi terkait isu krisis iklim. Kedua, prioritas budaya dan nilai keluarga lebih terfokus pada pendidikan formal, orientasi pada profesi yang menjanjikan secara ekonomi, sehingga ruang dialog isu sosial dan lingkungan terabaikan. Ketiga, budaya “kompetitif” di sekolah yang mengkondisikan anak untuk mengutamakan prestasi akademik kadang masih banyak ditemukan. Selain itu juga kurangnya teladan orang dewasa dan dukungan terhadap kondisi lingkungan, sehingga anak tidak termotivasi untuk melakukan tindakan 'menjaga lingkungan' dan kurang peka dengan sekitarnya.
Untuk mengawali ini, sesuai siklus dan sistem untuk menjalankan program di YSI, dilakukan pembekalan dan pemahaman dalam lokakarya yang diikuti oleh seluruh staf YSI. Di sini staf staf ddiajak untuk sama-sama menyamakan persepsi tentang kerangka konsep program, menyusun rencana aksi serta yang paling penting adalah berbagi peran dan bersinergi dalam implementasi program yang akan berjalan selama 3 tahun, menyasar 12 sekolah dan lebih dari 600 siswa di Yogyakarta dan Sleman.
Dalam lokakarya yang diselenggarakan selama dua hari tersebut, beberapa poin penting menjadi fokus dalam agenda. Pertama, Children Protection Policy (CPP) sebagai dasar semua pemangku kepentingan internal yang bekerja dengan anak memahami ini. Anak memiliki hak dalam keterlibatannya dan sebagai subyek program. Kedua, membahas konsep dan kerangka program “Climate Justice For Children Rights Protection”. Tujuan utama program ini adalah : Meningkatkan literasi dan partisipasi anak dalam mewujudkan keadilan iklim yang melindungi hak anak Di Yogyakarta. Dalam konteks keadilan iklim, perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global paling berdampak pada kelompok marjinal. Pendidikan dan literasi menjadi pendekatan utama untuk meningkatkan kesadaran anak-anak terhadap isu ini, memungkinkan mereka untuk mengajak orang lain melakukan aksi kolektif. Sekolah menjadi level perubahan yang efektif melalui peran aktif anak, guru, dan orang tua.
Lebih lanjut, dibahas juga perlindungan hak anak dalam konteks keadilan iklim. UU No. 35 Tahun 2014 di Indonesia mendasari perlindungan hak anak terhadap dampak perubahan iklim. Fokus pada keadilan iklim masih jarang dibandingkan isu kriminalisasi dan kekerasan anak. Proyek ini diharapkan dapat menjadi suplemen dalam kurikulum Merdeka, dengan intervensi utama pada anak, guru, dan orang tua sebagai aktor utama.
Keterlibatan kerja dan pelaksanaan program tidak hanya terbatas pada manajemen proyek, tapi Komisi dan Biro juga memiliki peran dalam proyek ini mencakup Komisi Manajemen Bencana, Komisi Perubahan Iklim, Komisi Pelayanan Kesehatan Primer, dan Komisi Penguatan OMS, masing-masing dengan tugas spesifik terkait perencanaan, implementasi, dan monitoring sesuai dengan konteks dan kebutuhan program dalam isu strategis dan sektor yang teradapat pada mandat masing-masing.