Upaya membangun ketangguhan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan ancaman bencana tidak cukup hanya dengan pembangunan fisik. Kesadaran akan pentingnya kolaborasi lintas sektor menjadi latar belakang terselenggaranya Sarasehan Program “AMAN” Demak yang digelar baru-baru ini. Kegiatan ini menjadi ruang bersama bagi seluruh pihak yang terlibat untuk berbagi pengalaman, memperkuat koordinasi, serta merumuskan langkah keberlanjutan atas intervensi yang telah dilakukan.
Sarasehan ini mempertemukan berbagai aktor dari lapangan—mulai dari Organisasi Masyarakat Basis (OMB) dari Desa Sriwulan, Surodadi, dan Timbulsloko; tim tukang pembangunan rumah apung dan rumah amfibi; partisipan program; hingga Tim Siaga Bencana Desa (TSBD). Tidak hanya itu, hadir pula para pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Dinperkim), Dinas Koperasi, BPBD, BMKG, serta perwakilan pemerintah dari masing-masing desa.
Diskusi berjalan dengan satu benang merah yaitu pentingnya sinergi antara masyarakat dan pemangku kepentingan. Ketiga desa yang menjadi lokasi program menunjukkan kesamaan pengalaman dalam upaya transformasi pengelolaan mata pencaharian—seperti budidaya kepiting, bandeng, dan kerang—yang kini lebih adaptif terhadap risiko bencana berkat adanya dukungan teknis dan pelembagaan dari Yayasan SHEEP Indonesia (YSI) dalam Progam Adaptasi dan Mitigasi Ancaman (AMAN) Banjir Rob Untuk Membangun Ketanguhan Masyarakat Pesisir Yang Berkelanjutan di Kabupaten Demak. Selain itu, para peserta juga berbagi cerita tentang proses implementasi pembangunan rumah apung dan rumah amfibi, yang dibangun sebagai bentuk adaptasi terhadap risiko banjir dan rob.
Forum ini sekaligus menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat lokal, tidak hanya dari segi teknis, tetapi juga dari sisi kelembagaan dan literasi kebencanaan. “Kami berharap proses ini tidak berhenti sampai di sini. Setelah program YSI selesai, perlu ada komitmen bersama dari berbagai pihak, terutama dinas terkait, untuk memastikan semua program yang telah diinisiasi dan berjalan memiliki keberlanjutan,” ujar Heri Sasmito dari YSI.
Dalam diskusi tersebut, BMKG juga menekankan pentingnya literasi iklim serta pemanfaatan data cuaca secara tepat guna untuk mendukung kegiatan perikanan dan budidaya masyarakat pesisir. Informasi ini diharapkan mampu meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat melalui pengambilan keputusan yang lebih adaptif.
Program “AMAN” Demak sendiri merupakan inisiatif yang difasilitasi oleh YSI dan mengintegrasikan solusi kolaboratif dengan pendekatan pelokalan. Rumah apung dan rumah amfibi tidak hanya menjadi inovasi teknis, tetapi juga simbol adaptasi yang dibangun secara partisipatif—dengan melibatkan tukang serta sumber daya lokal, dimanfaatkan oleh masyarakat, yang dalam pelaksanaannya didampingi oleh YSI beserta dengan akademisi (UNIKA) dan instansi pemerintah (DINPERKIM).
Sarasehan diakhiri dengan simbolisasi penyerahan rumah apung dan rumah amfibi secara resmi kepada warga penerima manfaat, serta penyerahan satu unit boat kepada Tim Siaga Bencana Desa Timbulsloko. Dalam pesannya kepada warga, Kepala Desa Timbulsloko, Nadiri, menegaskan pentingnya rasa tanggung jawab bersama.
“Saiki tugase dewe ngrawat lan njogo opo sing wes dibangun lan diwenehi neng tlatah mbuloko kene (Sekarang tugas kita adalah menjaga dan mengembangkan apa yang telah diberikan kepada kita di tanah Timbulsloko ini),” pungkasnya.