Komunitas Siaga Warga Rancaekek (SWR) dan Tanginas melakukan kegiatan belajar bersama tentang pentingnya Daerah Tangkapan Air dan kondisi sungai-sungai yang melintasi wilayah mereka. Kedua komunitas yang secara swadaya dibentuk oleh masyarakat untuk melakukan upaya adaptasi Perubahan iklim tersebut melakukan praktik untuk memetakan daerah tangkapan air di Rancaekek dan Baleendah, serta mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada sungai-sungai tersebut, termasuk dampaknya bagi masyarakat.
Dari hasil pemetaan dan diskusi baik SWR maupun Tanginas mendapati bahwa tiga sungai utama—Cikijing, Citarik, dan Cikeruh—mengalami penurunan kualitas lingkungan yang cukup signifikan. Aktivitas manusia seperti alih fungsi lahan, penggundulan hutan, dan pencemaran limbah berperan besar dalam perubahan tersebut.
Sungai Cikijing; keadaan Sungai Cikijing yang dulunya mendukung ekosistem sehat kini mengalami penurunan kualitas akibat hilangnya vegetasi, alih fungsi lahan, dan penumpukan sampah, yang menyebabkan kekeringan serta sulitnya akses air bersih bagi masyarakat. Hal yang sama juga didapati pada Sungai Citarik; Sungai Citarik yang awalnya selebar 6meter dan sedalam 6meter kini menyempit menjadi 4meter akibat penggundulan hutan, sedimentasi, dan polusi, yang berdampak pada berkurangnya kehidupan hewan, banjir, kekeringan, dan hilangnya sumber pangan bagi masyarakat. Sama halnya dengan sungai Cikijing dan Citarik Sungai Cikeruh yang dulunya lebar dan dalam kini menyempit, penuh sampah, tercemar limbah industri, dan menyebabkan banjir, kekeringan, serta meningkatnya risiko penyakit bagi masyarakat sekitar.
Dari ketiga sungai tersebut, jelas bahwa pola kerusakan lingkungan akibat deforestasi, alih fungsi lahan, sedimentasi, dan pencemaran limbah menjadi masalah yang harus segera ditangani. Kondisi ini mengancam kesejahteraan masyarakat sekitar dengan dampak langsung berupa kekeringan, banjir, dan meningkatnya risiko penyakit.
Temuan ini menjadi peringatan sekaligus dorongan bagi kedua komunitas untuk segera mengambil tindakan nyata dalam upaya konservasi sungai, penanaman kembali vegetasi di daerah hulu, serta pengelolaan limbah yang lebih baik; lebih luas lagi temuan ini juga menjadi trigger bagi semua pemangku kepentingan di kabupaten Bandung untuk bersinergi dan berkolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memulihkan kondisi ekosistem sungai dan memastikan keberlanjutan sumber daya air bagi generasi mendatang. Kegiatan ini masih merupakan bagian dari Sekolah Peringatan Dini Partisipatif dan merupakan tindak lanjut dari pembelajaran terkait pemantauan Perubahan cuaca dan juga penggunaan teknologi tepat guna early warning system.