Berdasarkan data yang dihimpun oleh Yayasan SHEEP Indonesia (YSI) terkait dengan partisipan Sekolah lapang di wilayah Sipora,Siberut,Kupang, dan Sabu Raijua menunjukkan hasil bahwa hampir 75% peserta adalam mereka yang berusia di atas 35 tahun dan sisanya tentu saja mereka yang berusia di bawahnya; namun di Desa Nemnemleleu terdapat seorang Astrid Saogo pemudi yang pada saat pertama kali mengikuti Sekolah lapang 3 tahun lalu baru saja menyelesaikan SMAnya; alih-alih melanjutkan karir untuk bekerja Astrid malah ikut terjun langsung bersama warga lain di Desa Nemnem untuk bergabung dengan OMB Silasi. Penyesuaian diri dengan anggota OMB lainnya tentunya bukan tanpa hambatan, perbedaan usia dan tidak adanya teman sebaya dalam kelompok membuat Astrid merasa sedikit susah untuk berbaur; Namun, seiring waktu,Astrid mulai menemukan ritmenya di kelompok apalagi sebagai anggota paling muda ia memiliki keunggulan dalam menerima dan menyerap setiap materi yang diajarkan dalam setiap pertemuan sekolah lapang.
"Awalnya Astrid sedikit susah untuk berbaur dengan anggota yang lain tetapi makin kesini Astrid malah punya keunggulan dalam menerima setiap materi sehingga dia malah bisa menjadi penghubung ke anggota lain yang mungkin belum paham dengan menjelaskan menggunakan Bahasa yang mudah dipahami" Ujar Ikbal Manajer Area Sipora. Seiring berjalannya waktu, Astrid mulai melihat potensi dalam sekolah lapang. Dia belajar banyak tentang pengolahan pangan lokal, sesuatu yang tidak pernah dipelajari sebelumnya. Dia juga menyadari bahwa pertanian bukan hanya tentang bekerja di ladang, tetapi juga tentang membangun komunitas dan melestarikan pangan lokal di daerahnya.
"Awalnya, saya tidak terlalu yakin dengan sekolah lapang. Tapi seiring berjalannya waktu, saya mulai melihat potensi yang luar biasa di dalamnya. Di sekolah lapang, saya belajar banyak tentang pengolahan pangan lokal mulai dari pembibitan sampai dengan pengolahan pasca panen, sesuatu yang belum pernah saya pelajari sebelumnya. Pengetahuan ini membuka mata bahwa kita harus kembali memperjuangkan pangan lokal yang dulu menjadi pangan sesehari keluarga kita.
Lebih dari itu, saya menyadari bahwa pertanian bukan hanya tentang bekerja di ladang. Di sekolah lapang, saya menemukan semangat kebersamaan untuk saling belajar dan menemukan perlakuan terbaik dari pangan yang kita pilih sehingga nantinya kami bisa mengembangkan pangan lokal secara mandiri; Saya bersyukur atas kesempatan yang saya dapatkan untuk mengikuti sekolah lapang”
Pengalaman Astrid di Omb Silasi tidak hanya memberinya pengetahuan dan keterampilan baru, tetapi juga mengubah cara pandangnya tentang bagaimana upaya untuk merawat dan mengembangkan pangan lokal yang berpotensi di daerahnya. Tidak berhenti pada keikutsertaanya di sekolah lapang saja, astrid juga berupaya untuk mengajak rekan-rekan sebayanya untuk ikut mencintai dan mengelola pangan lokal di Desa Nemnemleleu
Kisah Astrid adalah contoh bagaimana OMB juga dapat menginspirasi dan memberdayakan generasi muda di Desa Nemnem. Dengan menyediakan platform bagi mereka untuk belajar dan berkembang, OMB membantu mereka menemukan potensi diri dan berkontribusi pada komunitas dan menjaga potensi pangan lokal yang ada.