(Lingkungan) - Sabu Raijua, NTT – Curah hujan yang sedikit dan minimnya ketersediaan air, menjadikan 4 desa dampingan Yayasan SHEEP Indonesia (YSI) tidak memungkinkan menanam padi. Untuk itu masyarakat memilih Jagung sebagai komoditi utama, karena tanaman tersebut tidak memerlukan banyak air untuk pertumbuhannya.
Hasil panen jagung dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada yang dikonsumsi sendiri, dijual dan atau disimpan untuk benih serta ketersediaan cadangan pangan. Untuk meningkatkan nilai jual jagung, masyarakat melakukan pemipilan (biji dipisahkan dari bonggol jagung). Selama ini pemipilan masih dilakukan dengan cara manual menggunakan tangan (ibu jari) tanpa alat bantu.
Melihat realita tersebut YSI berinisiatif mengenalkan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan pipa bekas dan beberapa skrup sebagai alat pemipil jagung sederhana pada bulan April 2017 lalu.
Pembuatannya cukup mudah, persiapkan pipa (paralon) 5-7 cm dengan diameter lebih besar sedikit dari bonggol jagung, lubangi dengan baut kearah dalam pipa ( 4 baut atau lebih, sesuai kebutuhan) dan alat pemipil jagung siap digunakan.
Cara penggunaannya; jagung dimasukkan jagung dengan cara diputar sehingga biji jagung akan terpisah dengan sendirinya karena bantuan skrup yang ada di dalam pipa.
Wahyu Wibisono (staf YSI) yang memfasilitasi pembuatan alat pemipil jagung tersebut menjelaskan bahwa, “..dengan cara manual pemipil membutuhkan waktu 8-10 menit /jagung sedangkan dengan alat ini hanya 2-3 menit/jagung”.
“Harapannya dengan alat sederhana ini akan membantu meningkatkan produktifitas masyarakat yang mayoritas ialah petani jagung”, imbuh Wahyu.