Lokakarya Safeguarding yang berlangsung pada 26-27 Februari 2025 telah sukses dilaksanakan dengan partisipasi dari Yayasan SHEEP Indonesia (YSI), Yayasan Sehati, dan Karina KAS selaku organisasi mitra Caritas Germany Indonesia (CGI). Kegiatan ini bertujuan untuk mempresentasikan hasil asesmen terkait penerapan kebijakan Safeguarding serta mekanisme pelaporan dan pengaduan (Feedback and Complaint Reporting Mechanism – FCRM). Lokakarya ini dipandu oleh Kristina Spaar, fasilitator dari Caritas Germany.
Kegiatan diawali dengan sesi perkenalan dan pemaparan oleh Kristina Spaar mengenai pentingnya Safeguarding dalam organisasi. Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesadaran, tetapi juga memastikan setiap organisasi memiliki sistem perlindungan yang lebih baik. YSI mencatat bahwa diperlukan pendekatan sistematis agar kebijakan ini dapat diimplementasikan secara optimal dalam organisasi.
Selama sesi pemaparan hasil asesmen dari mitra seperti Karina KAS, Sehati, dan SHEEP, Yayasan SHEEP mendapatkan banyak wawasan mengenai tantangan serta peluang dalam pengembangan kebijakan perlindungan. Diskusi yang berlangsung membuka ruang bagi pertukaran pengalaman antarorganisasi mitra. “Kami merasa senang bahwa forum ini memberikan kesempatan bagi kami untuk memperkuat kebijakan perlindungan staf serta mekanisme umpan balik di YSI. Masukan dari teman-teman sangat membantu kami dalam menyempurnakan sistem yang sudah ada,” ungkap Tri, perwakilan SHEEP. Hari pertama lokakarya ditutup dengan kerja kelompok, di mana masing-masing mitra diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana sistem Safeguarding dapat diintegrasikan dengan mekanisme umpan balik dan perlindungan staf.
Pada hari kedua (27/2), lokakarya berfokus pada mekanisme pelaporan dan pengaduan (FCRM). Dalam sesi ini, Yayasan SHEEP berbagi pengalaman mengenai penerapan mekanisme umpan balik di tingkat lembaga maupun proyek, mulai dari pembangunan media sosialisasi hingga penyediaan alat pelaporan yang dapat diakses oleh semua pihak. Tidak hanya berbagi pengalaman, YSI juga belajar bagaimana menciptakan media umpan balik yang lebih inklusif bagi semua. Wuri, perwakilan YSI, menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan laporan serta keberlanjutan mekanisme ini dalam jangka panjang. “Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam setiap mekanisme umpan balik adalah memastikan bahwa laporan yang diterima ditindaklanjuti secara transparan dan berkelanjutan, sehingga kepercayaan terhadap sistem ini terus terjaga,” ujarnya.
Setelah sesi makan siang, lokakarya dilanjutkan dengan pembahasan tentang rekrutmen yang aman sebagai pilar ketiga dalam sistem Safeguarding. Diskusi ini menyoroti bagaimana organisasi dapat memastikan proses rekrutmen yang tidak hanya memenuhi standar profesional, tetapi juga selaras dengan kebijakan perlindungan staf dan peserta program. Yayasan SHEEP melihat bahwa kebijakan rekrutmen yang lebih ketat dan berbasis nilai perlindungan akan menjadi prioritas dalam pengembangan kebijakan internalnya.
Sebagai penutup, para peserta menyusun rencana aksi untuk memperkuat kebijakan Safeguarding di organisasi masing-masing. Bagi Yayasan SHEEP, lokakarya ini menjadi momentum penting dalam meningkatkan mekanisme umpan balik dan perlindungan staf. “Kami kini memiliki banyak referensi tambahan mengenai langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk membuat mekanisme yang ada di YSI menjadi semakin akuntable,” ujar Tri dalam pernyataan penutupnya.